Jumat, 27 Maret 2015

Pakar Hukum Beri Alasan Mengapa Pendukung Ideologi ISIS Tidak Bisa Diadili



Upaya hukum untuk menjerat pendukung ideologi kelompok militan, yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS, di Indonesia sulit dilakukan karena tidak ada kaidah hukum di Indonesia yang melarang dukungan terhadap sebuah ideologi, kata seorang ahli hukum pidana.

"Di Indonesia, tidak ada kaidah hukum yang melarang mendukung ideologi-ideologi lainnya, kecuali ideologi komunisme," kata pakar kukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muzakir, Senin (23/03) kepada BBC.

Muzakir kemudian memberikan contoh: "Sama artinya, Indonesia negara Pancasila yang antikapitalisme Amerika, tidak bisa menghukum adanya, (misalnya) gerakan anti-Amerika."

"Kebetulan sekarang ramai dengan ideologi ISIS. Kalau misalnya ada gerakan (mendukung) ideologi lain, saya kira ini tidak bisa diadili," kata Muzakir.

Pernyataan ini menanggapi penangkapan sedikitnya lima orang yang diduga memfasilitasi keberangkatan sejumlah warga Indonesia berangkat ke Suriah untuk mendukung ISIS.
Kepolisian Indonesia menjerat mereka dengan undang-undang antiterorisme, namun menurut Muzakir ini memiliki kelemahan.

"Kalau dia (polisi) menggunakan (UU) terorisme, saya kira kita (pemerintah Indonesia) bisa salah (di pengadilan), karena di negara tempat ISIS berada, tidak termasuk terorisme."

"Saya ambil contoh, dulu Abubakar Ba'asyir dituduhkan terorisme, tidak terbukti dan dibebaskan. Akhirnya terbukti memalsu dokumen imigrasi," ungkapnya.

Analisis ini sebelumnya telah dikhawatirkan sejumlah pejabat keamanan Indonesia yang menyebutnya sebagai kelemahan undang-undang antiteroris, sehingga muncul usulan revisi atau penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-Undang (Perppu) untuk mencegah penyebaran ideologi ISIS.

Wakapolri Badrodin Haiti membenarkan belum ada dasar hukum yang kuat untuk menangani persoalan dukungan terhadap ISIS.

Menurutnya, selama ini kepolisian menggunakan hukum positif dalam menangani ISIS yaitu undang-undang antiterror dan pasal tindak pidana umum yang ada di KUHP.

“Agar lebih leluasa, saran kami memang sebaiknya segera dibuat Perppu, bagaimana menanggulangi ISIS ini atau revisi undang-undang antiteror yang diperluas,” kata Badrodin Haiti di Jakarta.

Dia mengatakan selama ini yang dikenakan kepada para pelaku kekerasan hanya undang-undang antiterorisme.

Menurutnya, untuk menangani persoalan dukungan terhadap ISIS sebaiknya dibuat peraturan tersendiri. “Tujuannya supaya dasar hukum kita jelas. Ini melarang ISIS tapi dasar hukumnya nggak ada.”

Lebih lanjut pakar hukum pidana Muzakir mengatakan dia mengusulkan agar pemerintah Indonesia melakukan apa yang disebutnya sebagai "tindakan adminsitrasi".

"Misalnya (pemerintah melakukan) cegah tangkal. Orang-orang bermaksud bepergian ke sana (Suriah) itu dicegah," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan opsi "dialogis dan pembinaan" untuk mencegah dukungan terhadap ideologi ISIS

"Kalau saya mungkin ada opsi yang lebih kekeluargaan dan manusiawi. Saya lebih ke opsi dialogis dan membina. Saya berkeyakinan manusia bisa berubah," kata Din Syamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/03).

Din Syamsuddin juga menyatakan penolakannya terhadap wacana pencabutan status warga Indonesia kepada WNI yang berangkat ke Suriah untuk mendukung ISIS.

Menurutnya, semua otoritas keamanan Indonesia dan semua ormas Islam bersama-sama memikirkan pendekatan komprehensif dalam menyelesaikan masalah dukungan WNI terhadap ISIS.

"Saya mengusulkan: ajak kami ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah memikirkan pembahasan nasional yang komprehensif. Jangan strategi negara, diputuskan sendiri terus kami disuruh ikut saja. Kami nggak mau jadi pemadam kebakaran," ucap Din.

Sejak pertengahan 2014 lalu, pemerintah Indonesia telah melarang penyebaran ideologi ISIS di Indonesia dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menegaskan penolakan Indonesia terhadap ISIS dalam pidatonya pada pembukaan seminar Perkembangan ISIS di Indonesia dan penanggulangannya, Senin (23/03) di Jakarta.

sumber: BBC

0 komentar:

Posting Komentar