Jumat, 03 Juli 2015

“Di Myanmar Kami Dibunuh Buddha jika Berpuasa”


Sejumlah 315 Imigran Myanmar etnis Rohingya terasa nikmat menjalani bulan Ramadhan di Aceh dibandingkan di negaranya sendiri yang berpuasa secara sembunyi-sembunyi.

Mereka saat ini menempati Kompleks Integrated Community Shelter (ICS) yang dibangun oleh lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Desa Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara.

Salah seorang Rohingya, Ismail (17) mengisahkan, Sabtu (27/6), bahwa sebagian ummat muslim Rohingya di Myanmar terpaksa berpuasa dengan cara sembunyi-sembunyi dari intaian para Budhis.

Sementara di Aceh, Ismail mengaku senang dan bangga sekali bisa berpuasa penuh tanpa gangguan. Bahkan bisa istirahat penuh sekaligus mengaji dan shalat lima waktu.

“Sedih sekali jika ingat kampung ketika berpuasa, orang moslem harus sembunyi yang berpuasa. Karena para Budhis bunuh orang berpuasa,” kisah Ismail sedih dengan bahasa melayunya.

Di samping itu, Abdul Khalam (22) juga mengaku sama seperti Ismail. Dia mengisahkan bahwa ia bersama keluarga harus sembunyi-sembunyi untuk berbuka puasa.

“Budhis mengejar-ngejar kami yang berpuasa, mereka memaksa kami yang muslim untuk menyantap makanan. Jika tidak maka dibunuh, kepala dipotong,” kisah Abdul Khalam.

Tak hanya itu, hal senada diungkapkan Muhammad Husen (29). Dia adalah satu-satunya pengungsi Rohingya di Aceh Utara yang menjadi andalan untuk penterjemah bahasa Rohingya.

Husein pintar berbahasa Melayu karena pernah bekerja di Malaysia.



Husein mengisahkan, betapa sulitnya menjalani ibadah puasa Ramadhan tahun lalu bersama istri dan keempat anaknya di sebuah desa dekat Kota Maungdaw, Myanmar.

Husein harus pulang ke rumah secara sembunyi-sembunyi untuk menikmati makanan khas Muslim Rohingya saat berbuka puasa yakni kacang kuda rebus digoreng dengan bawang dan kunyit, karena dia dicari-cari polisi Myanmar.

“Saya hanya bisa pulang ketika Maghrib saja jika situasi betul-betul aman. Kalau tak aman, saya berbuka puasa di tempat persembunyian,” kata Husen sembari menahan untuk tidak menangis mengingat kampung halaman.

Sumber: http://www.atjehcyber.net/

0 komentar:

Posting Komentar