Kasus kecurangan (fraud) pengajuan
klaim oleh rumah sakit selama 2014 tidak dibantah oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Meskipun begitu nilai kecurangan mereka anggap masih batas wajar.
Belum masuk tahap yang bisa mengancam keuangan badan usaha milik publik
itu.
Direktur Pelayanan BPJS Fajriadinur mengatakan mereka bisa melihat
ada kecurangan itu, ketika nilai total klaim selama 2014 lebih tinggi
dibanding proyeksi aggaran mereka. Data sepanjang 2014 lalu, total
klaim yang dibayar BPJS mencapai sekitar Rp 42,6 triliun.
“Ada selisih 2 persen. Tetapi penyumbang terbanyak selisih itu karena jumlah peserta membludak,” jelas dia.
Terkait dengan kecurangan pengajuan klaim BPJS Kesehatan, Fajriadinur
mengatakan mereka telah menjatuhkan sanksi kepada empat rumah sakit.
Keempat rumah sakit itu diputus kontraknya karena dianggap melakukan
kesalahan yang berulang-ulang.
Kesalahannya seperti masih mengutip uang dari peserta BPJS Kesehatan.
Padahal semua biaya kesehatan peserta sudah ditanggung oleh BPJS.
Kesalahan lainnya terkait dengan pengajuan klaim. Fajriadinur menuturkan
sudah menegur keempat rumah sakit itu tetapi mereka masih membandel.
“Sesuai dengan kode etik, saya tidak bisa menyebutkan nama rumah
sakit itu,” tegasnya. Dia hanya mengatakan dua diantara empat rumah
sakit itu ada di pulau Jawa. Sedangkan dua lainnya ada di Kalimantan dan
Sumatera.
Fajriadinur mengatakan sistem BPJS Kesehatan sudah mengantisipasi
adanya kecurangan atau fraud. Antisipasi kecurangan yang bisa berujung
dana BPJS untuk bancakan rumah sakit dan tenaga kesehatan itu dibuat
dalam beberapa lapis.
Pertama adalah setiap rumah sakit yang berkongsi dengan BPJS
Kesehatan diminta untuk membuat unit anti fraud. Unit ini akan melihat
apakah klaim-klaim yang diajukan oleh rumah sakit sesuai dengan
ketentuan atau tidak.
Lantas muncul pertanyaan, unit anti fraud itu akan bias pengawasannya
karena mengawasi insitusi rumah sakitnya sendiri. “Kita sudah buatkan
antisipasi dengan membentuk tim kendali mutu dan biaya,” jelas
Fajridinur. Tim kendali mutu dan biaya ini terdiri dari unsur klinisi
profesi (organisasi profesi) dan akademisi.
Tim itu akan mengaudit nominal klaim yang diajukan rumah sakit.
Mereka akan mengetahui nominal klaim rumah sakit itu wajar atau tidak.
Fajriadinur menjelaskan wujud kecurangan dalam pengajuan klaim
layanan medis BPJS Kesehatan banyak jenisnya. Diantaranya adalah
klaim-klaim tindakan medis yang dipecah-pecah. Misalnya kwitansi untuk
biaya kamar, tarif obat, hingga ongkos dokter.
Namun pemerintah sudah menjalankan sistem Indonesian Case Base Groups
(Ina-CBG”s). Melalui sistem itu klaim yang diajukan rumah sakti
wujudnya dalam satu paket. “Misalnya paket sakit tifus, paket operasi
cesar, dan paket-paket lainnya,” ujar Fajriadinur.
Dengan sistem paket ini, pasien akan dirawat satu hari atau bahkan
lima hari, nominal klaimnya akan sama. Termasuk juga dengan jenis
obat-obatan yang dipakai, sudah disesuaikan dengan peket penyakitnya.
Potensi kecurangan lainnya adalah phantom billing. Kecurangan jenis
ini dilakukan rumah sakit dengan membuat kasus perawatan siluman
(awu-awu). Contohnya salah satu RS selama Januari 2014 aslinya hanya
melayani satu pasien BPJS Kesehatan dengan keluhan penyakit tifus.
Tetapi dalam klaim yang diajukan ke BPJS Kesehatan, dibuat billing
siluman seakan-akan ada lebih dari satu pasien penyakit tifus di bulan
yang sama.
Fajriadinur juga menjelaskan wujud kecurangan lainnya adalah membuat
diagnosis yang dibesar-besarkan atau diparah-parahkan. Dengan cara ini
rumah sakit akan mendapatkan uang klaim dari BPJS Kesehatan sangat
besar, karena penyakitnya masuk kategori parah.
Rumah sakit jelas mendapat untung, karena tindakan medis yang dia
lakukan tidak berbiaya mahal. Sebab jenis penyakitnya bukan skala parah.
“Kita minta para dokter atau rumah sakit jujur dalam membuat diagnosa
di form pengajuan klaim,” tandasnya.
Potensi kecurangan klaim BPJS Kesehatan juga diakui unsur rumah
sakit. Direktur Utama RS Pelni Jakarta Fathema Djan Rachmat mengatakan
potensi kecurangan itu sekitar 5 persen hingga 10 persen.
“Jika total klaim BPJS Kesehatan dalam setahun sampai Rp 40 triluin,
potensi fraud-nya antara Rp 2 triluin sampai Rp 4 triliun,” tandasnya
saat menjadi pembicara seminar Dies Natalis Fakultas Kesehatan
Universitas Indonesia Selasa lalu (24/2).
Memang potensi kecurangan itu belum terbukti di Indonesia. Potensi
kecurangan klaim asuransi nasional itu merupakan hasil penelitian di
negara-negara yang menjalankan program asuransi nasional seperti BPJS
Kesehatan. Untuk mencegah terjadinya kecurangan itu, Fathema mengatakan
telah membentuk unit anti fraud di RS Pelni Jakarta.
sumber
Kamis, 26 Maret 2015
Ini Modus Kecurangan Rumah Sakit
Kamis, Maret 26, 2015
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar